Pada jaman dahulu di tepi sebelah barat sungai Bengawan ada sebuah pasanggrahan menurut cerita sesepuh di sekitar sungai bengawaan solo. Pasanggrahan (tempat istirahata raja) yang dibangun untuk istirahat raja dalam melakukan lawatan atau perjalanan. Lawatan dari Kerajaan Kediri yang dipimpin oleh Begawan Kamunoyodo keturunan dari Kerajaan Kediri Jawa Timur, perlu diketahui pada waktu itu transportasi yang utama adalah perahu yang melewati sungai. Dari sekian banyak muridnya ada dari kalangan kerajaan Surokarto (Kraton Sala), beberapa murid tersebut (poro winasis) dipimpin oleh Kusumoyudo (Ada makam Kusumoyudo di wilayah dekat pasanggrahan tersebut).
Di suatu tempat yang luas (oro-oro) tidak jauh dari pasanggrahan/bengawan ada tumbuh pohon beringin di sebelah Tenggara (Dukuh Ngrombo sekarang) atau sebelah barat sungai Bengawan, yang lama-kelamaan pohon tersebut tumbuh besar yang rindang dan teduh yang sering dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk sekedar melepas lelah saat pergi ke ladang/tegal, pada akhirnya dibawah pohon tersebut digunakan untuk berjualan makanan oleh beberapa warga sekitar antara lain warga dari kampung Jantran (Dukuh tepi sungai Bengawan). Diantara makanan yang dijual ada buah-buahan, makanan jajanan dan juga legondo (dibuat dari beras ketan) dari sekian banyak jajanan/makanan yang dijual yang terkenal adalah legondo yang enak dan ngangeni (bahasa Jawa), karena mendengar dari mulut-kemulut banyak yang ingin tahu dan merasakan makanan tersebut mulai dari rakyat biasa sampai prajurit, poro winasis keluarga kraton Sala.
Karena padepokan pasanggrahan tersebut ditepi sungai Bengawan semakin lama kena erosi sungai akhirnya oleh Begawan Kamunoyoso dipindah digeser kesebelah barat lebih kurang 500 m dari sungai Bengawan. Poro winasis yang dipimpin oleh Kanjeng Kusumoyudo berkeliling wilayah disekeliling pasanggrahan, dikarenakan kanjeng Kusumoyudo dekat dengan warga sekitar akhirnya mendengar juga makanan yang dijual warga dibawah pohon beringin di tempat hamparan yang luas (Oro-oro).
Dan Kanjeng Kusumoyudo mendatangi penjual jajanan dibawah pohon beringin. Disitu Pangeran Kusumoyudo merasakan jajanan masakan yang ada termasuk Legondo dan disela-sela menikmati rasa makanan, Kanjeng Kusumoyudo berkata kalau nanti suatu saat disini menjadi kampung saya beri nama Ngrombo (Oro-oro sing ombo = hamparan yang luas dan tidak terurus) yang akhirnya menjadi dukuh/kampung.
Dikarenakan Kanjeng Kusumoyudo sering berkunjung ke kampung Ngrombo terutama ke pasanggrahan Ngertawu (Sekarang Ngadirejo) saat meninggal dunia dimakamkan di pasanggrahan tersebut. Dan sampai sekarang pasanggrahan/astono tersebut masih ada serta pernah dipugar oleh abdi ndalem Kraton Sala (Doro Palwo) dan masih dirawat oleh warga sekitar (ada juru kuncinya yang turun temurun). Di makam tersebut suatu saat masih ada yang ngalap berkah (bahasa jawa) yang berasal dari luar daerah.
Pintu Masuk Ngukiro Tawu
Seiring berjalannya waktu Kampung Ngrombo mengalami kemajuan dan penduduk terus bertambah kemudian berkembang menjadi Desa dan sekarang diberi nama Desa Ngrombo.
Adapun dari masa ke masa pejabat kepala desa di pegang oleh :
Demang Resodiyono Jaman Penjajahan
Demang Diporejo Jaman Penjajahan
Lurah Broto Darsono Tahun Jaman Kemerdekaan
Kepala Desa Suhadi Tahun 1971 – 1979
PJ Kepala Desa Sastro Subroto Tahun 1979 – 1983
Kepala Desa Kasiman Tahun 1983 – 1993
Ymt Kepala Desa Sugiyo Tahun 1993 – 2000
Pj Kepala Desa Agung Tahun 2000
Kepala Desa Setyadi Tahun 2000 – 2012
Pj Kepala Desa Mulyana Tahun 2006
Kepala Desa Suparna Tahun 2013 – 2019
Pj Kelapa Desa Suranto Tahun Agustus 2019 – Januari 2020
Kepala Desa Sri Partini,S.I.Pust Tahun Febuari 2020 – Sekarang